Tuesday, June 12, 2012

AMI: SOSOK ANAK YATIM YANG MANDIRI DAN BERCITA-CITA TINGGI


Namanya Ami, murid SD di sebuah desa di Pandeglang Banten. Sejak ditinggal kedua orang tuanya, Ami  hidup bersama neneknya. Di sebuah rumah kecil berdinding bambu dan beratap daun.  Di rumah inilah Ami menjalani hidupnya sehari-hari.

Neneknya bernama Amiyah, usia 72 tahun. Tidak memiliki pekerjaan tetap. Kalau ada orang yang meminta tenaganya, baru dia bekerja. Sehari dibayar 10 ribu rupiah. Jika tidak ada permintaan kerja, berarti tidak ada penghasilan hari itu.

Untuk bertahan hidup, Ami berjualan es lilin di sekolah. Ia mengambil es dari seorang ibu sebagai tengkulak. Ditempatkan di termos dingin. Sehari bisa membawa 20 batang es lilin. Sebatangnya dijual dengan harga 250 rupiah. Jika laku semua, Ami membawa uang setorang sebanyak  5 ribu rupiah. Oleh tengkulak, Ami mendapat seribu rupiah. Jika ada sisa es, biasanya diberikan kepada Ami.

Namun uang dari hasil jualan es lilin itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena ia harus berbagi dengan neneknya. Seusai pulang sekolah, Ami bersama neneknya,  mencari botol bekas minuman mineral dan kertas untuk dijual ke penadah barang bekas. Itupun belum mencukupi. Maka Ami masih mencari sayur daun singkong atau daun melinjo untuk keperluan makan.

Lauk yang paling mewah bagi Ami dan neneknya adalah tempe dan tahu. Ami tidak pernah makan daging ayam, ikan laut, apalagi daging sapi. Terlalu mahal bagi Ami untuk bisa membeli lauk seperti itu.

Di balik kesulitan dan kesempitan yang dihadapi Ami, ada nilai-nilai kehidupan yang bisa kita tiru. Pertama, sebagai anak yatim, Ami tidak pernah minder. Ia selalu ceria dan menjalani hidupnya dengan percaya diri. Ami tidak malu berjualan es, meskipun kadang ada teman-temannya yang mengejek.

Kedua, Ami selalu menjaga perilakunya sopan, hormat kepada orang lain, terutama neneknya, dan tidak pernah menuntut. Pernah, dia pulang dengan membawa dua batang es lilin. Di rumah neneknya sudah menunggu kepulangannya.
“Assalamu’alaikum”, ucap Ami ketika sampai di depan pintu rumah. Begitu neneknya keluar, Ami langsung mencium tangan sebagai rasa hormat dan syukurnya karena telah bergi dan pulang sekolah dengan selamat.

Pada saat yang bersamaan,  Ami memberikan satu batang es lilin kepada neneknya. Sedangkan yang satu batang lagi untuk Ami. Saya sempat terharu saat menyaksikan Ami dan neneknya menikmati es lilin di siang hari. Itulah makan siang Ami dan neneknya saat itu.
Ketiga, Ami meskipun sebagai anak yatim, tetap memiliki cita-cita yang tinggi dan mulia. Cita-cita Ami adalah  ingin menjadi guru. “Saya ingin mengajarkan ilmuyang bermanfaat bagi murid-muridku.Supaya mereka bisa hidup lebihbaik dari kondisiyang saya alami sekarang”, ucap Ami. Subhanallah, sebuah cita-cita yang mulia dari seorang Ami. Ya Allah, semoga Ami bisa mencapai cita-citanya yang mulia dengan pertolongan dan bimbingan-Mu.

Keempat, siapapun yang menyaksikan kisah Ami, pasti tersentuh hatinya dan berempati. Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Pandeglang,  harus memberikan perhatian kepada Ami dan anak-anak lain yang senasib dengannya. Terlaku angkuh dan sombong jika mereka tidak tersentuh dengan kisah yang ditayangkan perusahan TV swasta dalam program “Orang Pinggiran” tersebut pada hari Selasa (12/6/2012).

Kelima, bagi anak-anak yang masih memiliki orang tua dan hidup dalam kecukupan, tentu harus lebih bersyukur dan mandiri dalam kehidupannya. Lebih giat belajar. Senantiasa hormat kepada kedua orang tua dan menghargai orang lain. Rukun dan akrab dengan sesama rekannya. (BangS)

No comments:

Post a Comment