Namanya
Ami, murid SD di sebuah desa di Pandeglang Banten. Sejak ditinggal kedua orang
tuanya, Ami hidup bersama neneknya. Di
sebuah rumah kecil berdinding bambu dan beratap daun. Di rumah inilah Ami menjalani hidupnya sehari-hari.
Neneknya
bernama Amiyah, usia 72 tahun. Tidak memiliki pekerjaan tetap. Kalau ada orang
yang meminta tenaganya, baru dia bekerja. Sehari dibayar 10 ribu rupiah. Jika
tidak ada permintaan kerja, berarti tidak ada penghasilan hari itu.
Untuk
bertahan hidup, Ami berjualan es lilin di sekolah. Ia mengambil es dari seorang
ibu sebagai tengkulak. Ditempatkan di termos dingin. Sehari bisa membawa 20
batang es lilin. Sebatangnya dijual dengan harga 250 rupiah. Jika laku semua,
Ami membawa uang setorang sebanyak 5
ribu rupiah. Oleh tengkulak, Ami mendapat seribu rupiah. Jika ada sisa es,
biasanya diberikan kepada Ami.
Namun
uang dari hasil jualan es lilin itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Karena ia harus berbagi dengan neneknya. Seusai pulang sekolah, Ami
bersama neneknya, mencari botol bekas
minuman mineral dan kertas untuk dijual ke penadah barang bekas. Itupun belum
mencukupi. Maka Ami masih mencari sayur daun singkong atau daun melinjo untuk
keperluan makan.
Lauk
yang paling mewah bagi Ami dan neneknya adalah tempe dan tahu. Ami tidak pernah
makan daging ayam, ikan laut, apalagi daging sapi. Terlalu mahal bagi Ami untuk
bisa membeli lauk seperti itu.
Di
balik kesulitan dan kesempitan yang dihadapi Ami, ada nilai-nilai kehidupan
yang bisa kita tiru. Pertama, sebagai anak yatim, Ami tidak pernah minder. Ia
selalu ceria dan menjalani hidupnya dengan percaya diri. Ami tidak malu
berjualan es, meskipun kadang ada teman-temannya yang mengejek.
Kedua,
Ami selalu menjaga perilakunya sopan, hormat kepada orang lain, terutama
neneknya, dan tidak pernah menuntut. Pernah, dia pulang dengan membawa dua
batang es lilin. Di rumah neneknya sudah menunggu kepulangannya.
“Assalamu’alaikum”,
ucap Ami ketika sampai di depan pintu rumah. Begitu neneknya keluar, Ami
langsung mencium tangan sebagai rasa hormat dan syukurnya karena telah bergi dan
pulang sekolah dengan selamat.
Pada
saat yang bersamaan, Ami memberikan satu
batang es lilin kepada neneknya. Sedangkan yang satu batang lagi untuk Ami.
Saya sempat terharu saat menyaksikan Ami dan neneknya menikmati es lilin di
siang hari. Itulah makan siang Ami dan neneknya saat itu.
Ketiga,
Ami meskipun sebagai anak yatim, tetap memiliki cita-cita yang tinggi dan
mulia. Cita-cita Ami adalah ingin
menjadi guru. “Saya ingin mengajarkan ilmuyang bermanfaat bagi murid-muridku.Supaya
mereka bisa hidup lebihbaik dari kondisiyang saya alami sekarang”, ucap Ami.
Subhanallah, sebuah cita-cita yang mulia dari seorang Ami. Ya Allah, semoga Ami
bisa mencapai cita-citanya yang mulia dengan pertolongan dan bimbingan-Mu.
Keempat,
siapapun yang menyaksikan kisah Ami, pasti tersentuh hatinya dan berempati.
Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah Pandeglang, harus memberikan perhatian kepada Ami dan
anak-anak lain yang senasib dengannya. Terlaku angkuh dan sombong jika mereka
tidak tersentuh dengan kisah yang ditayangkan perusahan TV swasta dalam program
“Orang Pinggiran” tersebut pada hari Selasa (12/6/2012).
Kelima,
bagi anak-anak yang masih memiliki orang tua dan hidup dalam kecukupan, tentu
harus lebih bersyukur dan mandiri dalam kehidupannya. Lebih giat belajar.
Senantiasa hormat kepada kedua orang tua dan menghargai orang lain. Rukun dan
akrab dengan sesama rekannya. (BangS)
No comments:
Post a Comment